Kamis, 30 Juni 2011

Another Love Story

Cinta identik dengan kata 'galau'.


   Gue bukan orang yang cukup tegar untuk berurusan dengan 'kesakitan'. Kegores sedikit dan merasa perih sedikit bisa meringis-ringis sampai keluar air mata. Luka di lutut atau karena beling aja bisa mewek-mewek, jadi apalagi dengan luka besar? Yah, dengan luka yang dirasa di hati APALAGI. For me, it can be called as a disaster.

   Udah lama nggak ngerasain patah hati berat. Semenjak lepas total dari mantan gue yang super-nggak-punya-perasaan, gue bener-bener enjoy ngejalanin hidup. Gue bisa bebas kemana-mana tanpa diributin sama dia, gue bisa temenan sama siaaaaaaaapa aja, gue juga bisa pipis ke WC tanpa bawa handphone. Ya... maklum deh, mantan gue yang satu itu luar biasa over protective. Gue benci ci ci. Untunglah semenjak terakhir sama dia, gue nggak dapet yang over protective lagi...

   Tanggal 24 Juni 2011 kemaren itu tepat gue setahun putus sama dia. Dan tanggal 26 Agustus 2011 nanti tepat setahun gue menjomblo. LOL. Nggak usah heran kenapa gue inget. Bukan maksut dihitungin, but that's what women does! We are good at remembering dates :D

   Well, lanjut ah... Semenjak putus sama si mantan yang over protective, sebut saja dia OP; gue jadi agak sulit menentukan pilihan hati. Berbagai pria dari berbagai macam suku dan agama (cielah) datang mendekat, tapi gue belum pernah benar-benar jatuh cinta sama sekali. Pernah gue paksain, tapi gue cuman tahan 10 hari. Kerjaan gue jadi menggantungkan harapan orang melulu, dan gue jadi terkesan jahat dan menyakiti. Duh ilah, cewek kayak gue aja sok-sok nyakitin-___- Sebenarnya gue beruntung, karena mereka itu rata-rata orang baik-baik dan tulus. Yah, walaupun kadang ada beberapa cowok yang ngedeketin secara norak dan gue yakin, mereka nggak tulus, sih. Btw, juga ada cowok yang pernah nembak gue bilang mau serius sama gue sampai nanti dia mau nikah sama gue. Padahal kita baru deket 1 minggu, loh. Deket 1 minggu itu pun bagi gue belum ada yang bikin gue deg-deg seer... Semua masih berjalan biasa, malah bisa gue bilang hambar. Lucu ya, niat dia serius, tapi dengan cara pake kata 'menikah' malah bikin gue yakin bgt kalau dia nggak serius :p

   Sebenarnya kriteria gue untuk pria idaman itu nggak muluk-mulut banget, kok. Sebagai wanita jomblo-tanggung yang berumur 20 tahun, serta dilengkapi dengan pengalaman pahit yang dijadikan pelajaran, gue memutuskan untuk mencari (dicari oleh) seorang pria yang tingginya lebih dari gue, berahang kuat, berdada bidang, berparas manis atau lumayan lah pokoknya; dengan pendidikan yang matang juga pekerjaan yang bagus. Pekerjaan yang bagus kan harus utama, buat masa depan anak-anak gue. (...) Nah, cowok itu juga harus berpikiran luas. Gue nggakmau dia berpikiran sempit lalu over protective dan jealous melulu. Capek hati, capek jiwa. Gue juga mau cowok itu pengertian dan nggak harus terus-terusan komunikasi. Masalahnya, gue males banget harus sms an dan telfonan terus-terusan. I'm a kind of girl who is easily bored with something, and a relationship too. A relationship needs spaces. It helps those two people get closer from time to time because spaces make them realize that they will always fall for them ;_)

   Lanjut mengenai kriteria, gue juga menginginkan seorang cowok, eh pria aja deh; yang memiliki agama yang sama dengan gue, yaitu Kristen Protestan. Agama nya harus benar-benar kuat, tapi nggak fanatik. Segala yang berlebihan itu nggak baik, toh? :) Agama bukan cuman pondasi dasar aja bagi gue, tapi gue juga pengen pria ini nantinya menjadi nakhoda untuk gue dan kehidupan kami ke depannya. Dia harus bisa ngasih unjuk dan ngajarin gue berbagai kehidupan berdasarkan iman Kristiani. Amiiinn...

   Jadi, sepertinya kriteria gue untuk pria tidak susah, kan? LOL. Oh ya, kalau masalah sikap dan sifat mah gue ok ok aja gimanapun dia. Gue kan nggak mencari dewa, tapi pria. Pria itu manusia, jadi nggak mungkin sempurna. Sepanjang pria ini nggak pemabuk, perokok, dan berhidung belang, gue terima. Yang jelas dia harus sayang lahir batin sama gue dan keluarga, deh! Sekilas nampaknya gue jadi seperti menulis buat formulir kolom 'nyari jodoh' deh...

   Btw, I'm not wholly single. My heart is taken, actually, by someone whom I'm still guessing whether he's really into me or not. Well, dia itu sisi seseorang yang sempurna buat gue. Gue sebenarnya nggak begitu ngerti kata 'sempurna' itu apa, dan bagaimana cara gue untuk memakai dan menggambarkannya. Tapi, gue punya definisi sendiri tentang apa itu 'pria sempurna'. Yang jelas, 'pria sempurna' itu adalah pria yang seharusnya bisa membuat gue tersenyum dan ketawa terus kalau kita lagi bersosialisasi. Sempurna kan bukan fisik atau karier, menurut gue; tapi titik poin dimana kebahagiaan itu menggelayut di sekitar kehidupan kita. Gue percaya bgt, happiness is still our number one requirement. Dan ya, dia berhasil untuk yang satu itu.

   Gue jadi sadar akan sesuatu. Selain membuat gue senang-senang, pria ini juga rajin dengerin keluh-kesah gue, juga candaan gue. Hal ini bukan hal yang umum, tapi kata sepupu gue yang masih 2 SMP, kalau seseorang mau dengerin curhat kita, terutama berbeda gender, itu berarti dia perhatian lebih sama kita. Ah, ya, gue setuju ;) Kebanyakan orang, sampe temen deket sendiri pun biasanya enggan dengerin curhat gue. Yah, mereka sih dengerin, cuman rata-rata ngasih tanggepan yang 'menggurui' atau sekedar menenangkan secara formalitas. Sedangkan terkadang manusia cuman minta untuk didengarkan, lalu diberi tanggapan kecil. Hal kecil kayak gitu yang bisa bikin manusia meleleh, kan? :) Dia juga membuat gue mawas diri dan benar-benar kembali fokus sama kenyataan perasaan yang sebenarnya gue rasa. Waktu gue agak 'nakal' dan terkesan mengganggu hubungan sahabat gue dengan weceknya, gue jadi membuat diri gue stabil lagi. Gue tau dan yakin, perasaan gue sama sahabat gue itu cuman karena gue kagum aja sama dia. And uhm, well... Sekarang gue juga tau, sahabat gue yang gue pikir bener-bener baik pun ternyata nggak baik. Dia punya wecek, tapi masak genitin gue juga. Uh, bad guy... Nggak bad juga sih, ah, dia beneran baik, sih. Tapi, baik itu seharunya nggak begitu. Yah, yasudahlah.

   Gue pribadi, dan ya emang, gue sendiri jadi disebut pribadi (apasih?) nggak terlalu yakin 100% kalau he's into me. Pasalnya, terlalu berharap itu menyakitkan, dan gue nggakmau jatuh dari ketinggian yang bisa bikin gue 'luka-luka'. I prefer to prevent than to bend. Sekarang yang gue lakuin selain tetap-menyukai-dia adalah bersyukur. Kenapa? Karena dia membuat gue melihat cinta dan segala sesuatu menjadi lebih baik. Koreksi-koreksi yang dia kasih memacu gue untuk menjadi lebih baik, dan ibarat dari mendapat nilai D, gue akhirnya memanen nilai A. Sabar dan nggak cenderung bersikap memaksa juga gue pelajari untuk menjadi kepribadian yang seperti itu, karena gue nggak pernah sedikit pun memaksa untuk mencari tau apa yang sebenarnya dia rasa. Gue melihat berbagai sisi dunia menjadi lebih terbuka. Gue melihat bintang terang di langit malam yang gelap. Gue melihat ruas kapur putih di atas papan tulis hitam. Gue melihat cahaya matahari seusai hujan deras. Gue melihat embun di pagi hari yang dingin. Segala sesuatu yang gue pikir sepenuhnya buruk ternyata punya sisi yang baik. Dia, secara nggak langsung, mengajari gue akan hal itu. Gue jadi bisa berpikir secara lebih dewasa. Gue lebih tau menghindari galau, yang umumnya disebabkan sama dia :p He shows me his imperfect life, llike what I have too, hapilly. We all have an imperfect life. Instead of grumbling, I learn how to be grateful.

   Sekarang, yang gue punya adalah diri gue sendiri. Gue, di sini harus memperjuangkan hidup gue sampai titik yang paling maksimal. Karena gue nggak mau gagal. Tidak sempurna diperbolehkan, namun tidak untuk gagal. Seandainya jodoh sama dia gue syukuri karena hal itu adalah hal yang sangat nyaman. Tapi, seandainya enggak pun nggak apa-apa karena jodoh gue nantinya pasti adalah orang yang sudah sangat gue pertimbangkan matang-matang, jadi gue nggak mungkin tidak merasa nyaman dan bahagia nantinya. Pokoknya yang jelas sekarang, I wish him a very good life. I wish him a happiness, a life with full of bliss. I wish him a true love too. I wish he finds someone like me, who has a truly heart for him :D I wish him a very good health. I wish him a great carrier, a dream of everything he wants. I wish him a perfect week every month. I wish him tears after the dirt coming. I wish him a smile after his hard day. I wish him all the best :) Dan gue? Well, gue bakal menjejakkan langkah kaki gue seeeeepanjang-panjangnya untuk mencapai masa depan gue yang nun jauh di sana dengan berperan sebagai Masniari, alias matahari emas, yang bersinar cerah dan terang tiada duanya. Masniari? Yap. Seperti nama tengah gue, Masniari! ;)



curhat sayang,

Esra Masniari Tambunan




p.s: he knows how to respect what I love. he's a very kind guy, secretly...

Selasa, 28 Juni 2011

Singing Moment (A duet of "Angel" with my junior) in BINUS.



Lucu deh, Haekal belum hafal lagunya jadi dia bawa teks. Orang-orang pada ketawa :D Anws, I'm not satisfied with my performance on that time :( It's not bcz of what Haekal did. I think it was funny :D It's all about me. hiks. Mhkaay, hope for a better performance next time. Cheerio!


p.s: thank partner!

Surat Cinta (Short Story)

   Dear Leon,

   Apa kabar? Ku harap kamu baik-baik saja di sana. Ku harap kau bertanya akan kabarku juga, dan ya, aku sepertinya cukup baik-baik saja. By the way, aku merindukanmu. Sudah 1 tahun berlalu dan sepertinya aku semakin rapuh saja semenjak kepergianmu. Oh ya, ini surat pertamaku untukmu, bukan? Biasanya kita saling menelpon untuk bertukar kabar, namun sekarang rasanya berbeda. Aku tidak bisa meneleponmu lagi. Aku tidak bisa mendengar suaramu lagi. Ya, Tuhan, aku rindu sekali padamu, Leon...
   Seandainya saja waktu bisa diputar kembali, aku bersumpah tidak akan membiarkanmu pergi 2 tahun lalu untuk bertugas di Iraq. Sudah ku bilang kan, di sana akan suram sekali, namun entah kenapa kamu ngotot sekali, sih. Sekarang jadinya bagaimana? Selama 1 tahun di sana kamu baik-baik saja, dan aku sedikit lega. Tapi sekarang aku ditinggalkan dengan air mata sebagai teman. Aku rindu padamu, Leon...
   Kau bilang kita akan menikah sepulangmu dari Iraq, bukan? Aku senang sekali dengan perkataanmu. Masih kuingat ketika kau melamarku di Mcdonalds. Rasanya lucu sekali, saat aku asyik mengunyah cheese burgerku, kau datang dengan sebuah balon putih bertuliskan, "Will you marry me, dear Emily?" Aku hampir saja tersedak daging di burgerku karena kaget bercampur bahagia. Selama 6 tahun berpacaran, di otakku tertanam prinsipmu yang tidak ingin menikah karena kau tidak percaya pada pernikahan. Jadi jelas, saat kau melamarku di depan puluhan orang pada Sabtu pagi di Mcdonalds rasanya aku ingin melompat saja karena sangat senang. Hmm, jangan tertawa. Well, aku memang lompat ke pelukanmu, ya. LOL. Aku suka sekali mengingat momen itu, Leon. Apalagi ketika kau berlutut dan menyerahkan cincin terindah yang pernah kulihat seumur hidupku. Lucunya lagi, cincin itu sudah tersimpan selama 1 tahun karena kau malu melamarku. Ah, Leon, aku sayang sekali padamu.
   
   Leon, aku benar-benar merindukanmu sekarang. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana melanjutkan hidupku tanpamu. Rasanya semua hambar. Aku tidak mengerti mengapa hal ini harus terjadi padaku. Kita harusnya sudah menikah sekarang. Coba bayangkan seandainya kita jadi menikah. Mungkin aku sudah hamil sekarang dan kau akan mati-matian mencari makanan yang aku idamkan. Mungkin kita juga akan sibuk berdiskusi mengenai warna kamar bayi kita dan peraturan-peraturan apa yang akan dijalani anak kita saat ia tumbuh nanti. Kita tidak mau anak kita mengkonsumsi narkoba serta alkohol, kan, sayang? Leon, sumpah mati aku rindu padamu. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi sekarang.

   Aku tidak tahan hidup di dunia yang tanpa kau lagi, Leon. Aku mati rasa. Seandainya saja aku bisa ikut mati terkena bom bersamamu di Iraq waktu itu, mungkin sekarang kita berdua sudah bahagia menjadi sepasang pengantin surga. Ah, Leon, surga rasanya seperti apa? Sangat indahkah sehingga kau tidak ingin lagi kembali ke bumi? Aku ingin ke sana. Aku ingin bersamamu selamanya, Leon. Aku ingin menikmati nafas yang aku punya sampai Tuhan mengguyur bumi dengan bah denganmu. Maukah kau berbagi surga denganku? Tetapi jika seandainya aku adalah seorang makhluk terkutuk yang tak pantas di surga, maukah kau ikut ke neraka denganku? Aku harap kau menganggukkan kepala. Aku yakin kau mau, karena cintamu sama besar dengan cintaku. Benar kan, sayang?
   Aku segera datang, Leon sayang. Jangan pergi kemana-mana, tetaplah di surga.


Yang selalu mencintamu,
Emily Wellington.


                                          *                     *                   *

   "Emily, ayo makan dulu ya, nak. Kemaren kau tidak makan, kan? Sekarang makan dulu, sayang", ujar Ny. Wellington sambil mengetuk pintu kamar putri bungsunya. Lama menunggu jawaban, ia memutar kenop pintu kamar yang ternyata tidak terkunci itu. Sedetik kemudian ia tersungkur lemas dan berteriak. Emily Wellington tergantung di tiang kamar dengan dengan wajah pucat yang menyunggingkan senyum tipis.




Esra Masniari Tambunan

Minggu, 26 Juni 2011

A Part When We Apart

   There is a lot of people I have met in my life. I have best friends, but they leave. I have lovers, but they also walk off from my life. It's not a matter for me. At least, in the long run, after fighting with tears and time, I felt so much better.
 
   I thought best friends were really the best thing we have in our life, but I'm shown that they weren't. Plenty of people have me titled as their best friends, and sometimes I do that too. But, this is the problem: I used to be taught by words and stories that best friends last forever. However, now I finally find that best-friend is way a fairy tale. Why? I think I'm so fucked up by every single story I have with every different they-call-them-as-best-friends.
 
   Having made boys as best friends is a mistake :"( because I fall in love; we both fall in love; he falls in love with someone and his gf doesn't like me; he falls in love while I don't. Being a professional is hard when someone is in love and stupidity can be done when someone is in love. I mean, when someone is in love, s/he will do everything he can to get his love even if s/he has to be in silent just to make sure his/her love stays being friend with them.

   Girls as best friends doesn't work well in my life too. They simply go after we rarely do things together. We used to laugh and be mad together, but when we come to a phase like a graduation, everything easily changes. 3 years never ever been enough to let them pass your life. You have to see them with their new friends or even best friends; you have to be jealous when they cannot frequently spends their time with you anymore; you have to find other friends just to find out that there are no ones like the old ones you had...

   I don't know where destiny brings me now. If someday I open my eyes and discover a new reality, I just really hope that I will not get in on the wrong situation just like I use to do. I will be so glad if someday I will come upon a period when I will not get lost in a part when I have to be apart anymore.

   Those colorful bitter pills I swallow must heal me from plenteous pain I suffer in the entire of my life. I pay a lot for it.



xoxo,
Esra Masniari Tambunan