bayangkan saja aku sebuah gitar
tanpa getar dan senar
lalu kau adalah seorang musisi
yang hidup dengan perkusi
lalu aku pengagummu
yang tak lelah tersenyum-senyum menunggu
doa ku hanya satu
'lihat aku, aku di sini. aku mematung hingga biru!'
seruku
tapi kau hanya sekejap menoleh
tak ada waktu untuk menjadi soleh
kemudian membawaku pulang meski sekedar jadi oleh-oleh
'tak cukup baik untuk jadi cindera mata',
katamu sombong, keras kepala
lihat, kurasa di pipiku ini air mata
'air mata cuma asin',
ujarmu dingin
lalu menghilang seperti angin
coba kau sejenak menghargai
bukankah indah dicintai?
bukannya manis bisa kau kecapi?
lalu mengapa kau terus merasa tinggi?
kau mungkin dulu malaikat
yang kuharapkan bisa selalu melekat
di sini, di hatiku rekat-rekat
tapi ternyata,
lagi-lagi tak bisa jadi nyata
yang ku punya hanyalah air mata
untuk sekedar menjadi warna
'kau kelabu',
ujarmu yang kusambut pilu
'apa salah menjadi abu-abu?'
protesku
'ya, untukku'
'lalu harus berwarna apa aku?'
'putih. sempurna seperti salju'
'gila kau',
sergahku.
'aku tidak melihatmu',
tepismu kemudian berlalu
yang membuatku jadi merasa debu
yang tak sedetikpun bermakna di hidupmu
aku bukan seindah pelangi
atau sehangat mentari
aku bahkan tidak mampu berdiri
kemudian bagimu aku tuli
karena tak bisa sadar diri
'aku ada!'
tapi kau melenggak pergi tanpa rasa
'BUTA KAU!"
sumpahku
tanpa getar dan senar
lalu kau adalah seorang musisi
yang hidup dengan perkusi
lalu aku pengagummu
yang tak lelah tersenyum-senyum menunggu
doa ku hanya satu
'lihat aku, aku di sini. aku mematung hingga biru!'
seruku
tapi kau hanya sekejap menoleh
tak ada waktu untuk menjadi soleh
kemudian membawaku pulang meski sekedar jadi oleh-oleh
'tak cukup baik untuk jadi cindera mata',
katamu sombong, keras kepala
lihat, kurasa di pipiku ini air mata
'air mata cuma asin',
ujarmu dingin
lalu menghilang seperti angin
coba kau sejenak menghargai
bukankah indah dicintai?
bukannya manis bisa kau kecapi?
lalu mengapa kau terus merasa tinggi?
kau mungkin dulu malaikat
yang kuharapkan bisa selalu melekat
di sini, di hatiku rekat-rekat
tapi ternyata,
lagi-lagi tak bisa jadi nyata
yang ku punya hanyalah air mata
untuk sekedar menjadi warna
'kau kelabu',
ujarmu yang kusambut pilu
'apa salah menjadi abu-abu?'
protesku
'ya, untukku'
'lalu harus berwarna apa aku?'
'putih. sempurna seperti salju'
'gila kau',
sergahku.
'aku tidak melihatmu',
tepismu kemudian berlalu
yang membuatku jadi merasa debu
yang tak sedetikpun bermakna di hidupmu
aku bukan seindah pelangi
atau sehangat mentari
aku bahkan tidak mampu berdiri
kemudian bagimu aku tuli
karena tak bisa sadar diri
'aku ada!'
tapi kau melenggak pergi tanpa rasa
'BUTA KAU!"
sumpahku
I LIKE THIS SO MUCH!!!! >_<
BalasHapus