Senin, 16 Mei 2011

Jumat Tanggal 13 (Short Story)

   Aku menikmati pemandangan hujan di sore hari di teras rumahku. Udara sejuk sekali, tidak dingin. Kudekap kakiku, dan ku hirup bau tanah tersiram hujan, favoritku. Pikiranku melayang jauh, teringat kedatangan Jody 2 tahun lalu ke rumahku. Jody, mantan kekasihku, yang sekarang menetap di Sydney. Aku termangu, kemudian terisak. Mengutuk diriku sendiri adalah hal yang sekarang sering sekali kulakukan. Penyesalan dalam ku rasakan ketika mengingat sosoknya yang kucintai.
     Kau tahu rasanya tidak bisa lagi bertemu dengan seseorang yang telah mencuri keseluruhan hatimu? Aku berbicara mengenai Jody. Aku begitu mencintai Jody dengan segenap hatiku. 3 tahun sudah kami lewati bersama sebagai sepasang kekasih. Pertengkaran tidak banyak kami kecap, kisah kami amat manis, membuat iri teman-teman kami yang menyaksikannya. Tapi sayang sekali, kisah cinta kami harus berakhir tragis.    Orangtua Jody menjodohkannya dengan seorang anak dari sahabat mereka, yang sudah banyak membantu dalam meniti perusahaan batu bara orangtua Jody. Jody tidak bisa mengelak dari kenyataan. Ia terlalu mencintai ibunya. Aku tidak bisa menyalahkannya atas itu. Orangtua memang sepatutnya lebih dicintai bukan? Aku pun mundur, merasa sakit. Perjodohan kuno itu menghancurkan hidupku. Di hari Jody datang untuk menemui diriku yang terakhir kali, aku bersikeras tidak ingin menemuinya. Jody merasa kacau sekali, dan aku tahu, aku sendiri sudah hancur berkeping-keping.


     Lamunanku terpecah ketika mendengar bunyi bel rumahku. Aku buru-buru menghapus air mataku yang ternyata sudah membuat basah seluruh wajahku. Namun tak lama bagiku untuk merasa kaku, ketika melihat siapa sosok yang berdiri di depan rumahku. Jody! Aku bersumpah itu Jody! Rambut hitamnya yang ikal, badannya yang tinggi tegap, mata coklat yang agak sipit, serta lesung pipit di pipinya. Ya, Tuhan, itu Jody Samuel, mantan kekasihku, hatiku! Aku terperanjat, kemudian segera membuka pagar.
"Lea?"tanya pria yang ku yakin adalah Jody. Aku menatapnya lekat-lekat. "Jody?" tanyaku balik dengan perlahan. Pria itu mengangguk. Jody tersenyum. Aku menghambur ke pelukannya, ada haru menjalar di tubuhku. Aku yakin air mataku mengalir lagi.

    "Habis nangis masak nangis lagi?" tanya Jody, menggodaku. Aku tidak menjawab, terlalu sibuk bahagia. Namun pertanyaan muncul di benakku. Tahu darimana dia aku habis menangis?
"Lea, kamu rindu padaku?" Jody bertanya sambil mengusap kepalaku.
"Jika rindu itu artinya mati rasa dan bermimpi mengenaimu selama 2 tahun ini, ya, aku rindu padamu!" ada nada bahagia di dalam kata-kataku. Air mata masih mengirinya. Jody tersenyum dengan binar mata yang sangat senang. Ada binar cinta juga tersirat di bola matanya.
     "Ayo masuk ke dalam", ujarku.



     Aku mempersilakan Jody untuk duduk di ruang tamu, kemudian menyibukkan diriku mencari biskuit dan membuat secangkir teh hangat untuk Jody. Kasihan Jody, dia kehujanan. Mukanya juga sangat pucat, mungkin belum sempat makan.
   "Ini diminum dulu tehnya, Jody", kataku. Tanganku masih gemetar akibat kaget serta gembira. Jody mengetahui hal itu, ia meremas lembut tanganku, sembari memberi syarat untuk duduk di sampingnya. Ingin sekali aku menanyakan 1000 pertanyaan kepada Jody saat ini. Apa yang membuat dia mengunjungiku di Jakarta? Bagaimana dia bisa tahu aku ada di rumah dan sedang tidak bepergian? Bagaimana dengan istri dan anaknya, Kenny di Sydney sehingga Jody bisa tahu-tahu berkunjung ke Jakarta? Tapi aku hanya membisu. Kubiarkan aku jatuh di dekapan Jody. Dibuatnya tubuhku hangat oleh badannya yang entah mengapa sangat dingin. Jody mengecup lembut keningku. Samar-samar ku dengar berita dari televisi di ruangan ini yang ternyata tidak dimatikan.

     "Pesawat Airbus A380 dari maskapai Qantas, yang terbang dari Sydney, Australia menuju Jakarta mengalami kecelakaan hari ini, Jumat, 13 Mei 2011, pada pukul 1 siang waktu setempat. Kecelakaan yang disebabkan oleh buruknya cuaca mengakibatkan pesawat ini mengalami pendaratan yang gagal dan mengakibatkan 5 orang tewas seketika di tempat. Berikut adalah nama-nama penumpang yang menjadi korban: Artha Lamena, Diro Senjawidjaya, Arthur Brown, Mira Agasta Lena, dan Jody Samuel. Kelima jenazah.............."

     Aku terkejut mendengar berita itu. Bulu kudukku merinding, merayap dari ujung kepala hingga jari kakiku. Lagi-lagi air mata mengalir dari kedua pelupuk mataku. Tangan Jody semakin memperat pelukannya. Aku balas memelukknya dengan lebih erat..



Esra Masniari Tambunan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar